Setelah sekian lama fakum, baru tergelintir jari untuk mengetik dan hati ingin bercerita. Sebetulnya karena tidak ada sandaran untuk berkeluh kesah alhasil cerita melalui kata-kata. 

Sekarang aku sudah menikah, hampir menginjak usia pernikahan kurang lebih 4 tahun. Alhamdulillah senantiasa diberi kesabaran dalam menjalani ujian demi ujian dalam kehidupan dimulai dari segi ekonomi maupun masalah emosi hati. 

Aku ingin bercerita tentang hati seorang wanita. Katanya seorang istri yang sejati dia tidak akan pernah atau peduli dengan apa yang di berikan suaminya mau di berinafkah atau tidak, mau di bantu atau tidak mau berkomunikasi atau tidak istilah lainnya mungkin masa bodo. Apakah pemikiran seperti ini benar adanya atauukah sebaliknya hal itu salah?

Saat ini hatiku sedang gundah gelisah, dengan masalah hati. Dulu hati ini biasa saja mungkin kasih sayang yang aku berikan pun pada suami adalah keterpaksaan karena keadaan keterikatan hubungan pernikahan. Kin sudah hampir 4 tahun hati ini justru semakin terikat rasa cinta dan ingin memiliki sepenuhnya pun bergebu-gebu. Aku ingin memberikan rasa cinta ini dan kasih sayang yang biasa saja selayaknya seorang istri yang mencintai suaminya. Aku tidak ingin hatiku terbelenggu dengan penyiksaan setiap harinya. Dihantui rasa cemburu ketika dia dekat dengan seseorang ataupun hanya sekedar chating dengan orang lain. Terlepas dari rasa suudzon. 

Wanita mana yang kuat yang benar-benar ikhlas dan ridho ketika melihat atau mendengar suaminya dekat dengan wanita lain. Memang laki-laki berhak atas itu walaupun ketika seorang laki-laki menikah lagi sedangkan istrinya tidak mengetahuinya hal itu di perbolehkan dalam Islam. Seorang suami tidak memerlukan ijin dari seorang istri dalam melakukan segala sesuatu di keluarga nya. Akan tetapi, seorang wanita atau istri juga punya hati. Perasaan seorang istri mana yang tidak merasa sakit ketika suaminya melakukan hal seperti itu pada zaman nabi pun Siti Aisya merasa cemburu ketika suaminya sang Nabi mengunjungi istrinya yang lain. Apalagi aku seorang istri yang tidak memiliki pangkat ataupun titel Setipis apa hatiku ini?

Apabila seorang istri dengan keadaan gundah gelisah hatinya merasa tersakiti dan merasa sedih mungkin lama sembuhnya dan apa yang dia lakukan pun tidak maksimal apalagi anak yang akan menjadi korbannya. Terus harus seperti apa sikap serang istri ini? Apa yang harus di lakukan nya? Aku menginginkan ketenangan dalam rumah tangga ini. Aku menginginkan rumah tangga pernikahan yang sakinah penuh dengan ketenangan mawaddah dan warrohmah.

Untuk saya sendiri mungkin tidak perhitungan dengan materi nafkah yang di berikan suami apalagi ketika melihat keadaan ekonomi suami yang sedang sulit maka dari itu tolong sadarkan lah harus seperti apa sikap suami ketika istri sudah berkorban cape dengan keadaan pekerjaan di rumah kerja membantu ceritanya mengajar di sekolah berkreasi dengan tangannya membuat aneka jajanan untuk di jual apa timbal baliknya . Bukannya tidak tahu terima kasih ketika suami membantu ia membantu mengurangi rasa lelah tetapi hati tetap tolong jaga perasaan hati istri ini jangan menyepelekan ketika bermain-main dengan perasaan wanita lain.

Bukan berlebihan, tapi itulah wanita mungkin ia serakah semua keinginannya harus ia miliki ibaratnya bulan dan bumi walaupun jauh kalau ingin dia mampu memeluknya. Tapi terkadang keinginan dan rasa haus itu yang menyakiti dirinya sendiri. 


Ya Kholik, wahai dzat yang menciptakan dan pemilik semua yang di ciptakan nya aku hanya ingin hatiku bersih merasa tenang tidak dengan hiruk pikuk kegundahan. Aku ingin damai walaupun dalam kesusahan. Dalam berumah tangga aku ingin keterbukaan agar tumbuh rasa saling percaya bukan saling mencurigai. Dalam Islam tahasus itu perilaku yang fatal dan sangat salah. Lalu apakah seorang suami yang tidak terbuka dengan segala sesuatu itu di benerkan. Apakah akan ada saling percaya dalam rumah tangganya?

Popular posts from this blog

macam macam software pembelajaran matematika