Jangan Pernah Berputus Asa dari Rahmat Alloh
Jangan
pernah berputus asa dari rahmat Alloh.
Wejangan
itu terlontar ketika usiaku berumur 18 tahun tepatnya ketika aku duduk di
bangku kelas 3 aliyah dan kebetulan sambil mondok di pesantren.
Ketika
itu memang sedang puncak puncaknya perasaan putus asa menguasai hati karena
iman yang lemah dan kurangnya ibadah serta dekat kepada Alloh. Permasalahan
sedikit demi sedikit berdatangan sehingga hati bergejolak dan murka akan diri
sendiri tanpa rasa terima kasih kepada sang pencipta dan malah membenci diri
sendiri.
Suatu
ketika pengajian dimulai jam 04.00 sore kebetulan ustadz yang mengajar adalah A
lulusan Al-Azhar kairo mesir. Dia berkata laataiasu minrruhilah(jangan pernah
berpuyus asa dari rahmat Alloh) ketika kau membenci diri sendiri tanpa merasa
puas atas semua karunia yang telah di berikan sang pencipta kepadamu maka
bertahmidzlah setelah itu maka beristigfarlah meminta pertolongan darinya
terbebas dari rayuan setan yang selalu menyelimuti dirimu maka yakinlah hatimu
akan merasa nyaman dan tentram.
Hati ini
kembali terobati dan ingat kepada sang pencipta dan merenung kembali dengan
satu ayat yang pernah aku ketahui “Jika seorang muslim sudah meresapi dan
memahami segala sesuatu berasal dari Alloh dan akan kembali kepada Alloh, maka
dia akan meyakini bahwa segala apa yang terjadi di dunia ini, segala apa yang
menimpa dirinya, adalah kehendak Allah ‘Azza wa Jalla.
مَا
أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَمَنْ يُؤْمِنْ بِاللَّهِ يَهْدِ
قَلْبَهُ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidak
ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang kecuali dengan ijin Allah; dan
barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada
hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu” (QS. At Taghabun : 12)
أَلَا
إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
“Ketahuilah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat” (QS. Al Baqarah : 214)
Ya… Pertolongan Allah amat dekat, namun
terkadang kita tidak menyadarinya. Sesungguhnya rahmat Allah itu amat luas. Dan
kita pun lalai darinya. Kita hanya berkata, “Kenapa harus saya??” . “Kenapa
musibah ini tidak pernah selesai??”. Dan berbagai kenapa-kenapa lainnya terus
bermunculan di pikiran yang akhirnya bisa menyebabkan prasangka buruk kepada
Allah Ta’ala. Na’udzu billahi min dzalik!