Aku, kau dan sebuah tasbeh
Dinda, seorang gadis pemalu dengan paras cantik yang mau mengenal dunia pesantren karena keinginanya sendiri dan kurang peka terhadap perasaan orang lain tapi dianya suka baperan.
Part 1
Suara Adzan magrib membuatku tertegun dan takjub, entah siapa yang mengumandangkannya. Tanpa berfikir panjang, kubuka celah tirai yang menutupi jendela dikompleku. Tiba-tiba suara itu mengagetkannku, "Dindaa...!!! Kamu ngintip ya. Ketahuan sama pengurus tau rasa kamu!", sontak Mila sambil menepuk bahuku. "Hehe nngga ko aku ga ngintip, tapi lihat. "Ujarku. "Sudah ah, ayo kita bergegas nanti kita dihukum karena masbuk", Mila mengingatkan kembali. Seorang pengurus asrama kemudian lewat sambil menyuruh kami untuk bergegas mengambil air wudhu dan berangkat ke masjid karena kami harus mengikuti sholat magrib berjama'ah. Akupun dengan bersemangat pergi untuk mengambil air wudhu, memakai mukena dan bergegas ke masjid.
"Dinda tunggu aku, " Fana teman sekobongnya memanggil dari belakang. "Nih, kamu dapat surat rahasia", Fana menyodorkan sebuah amplop berwarna coklat dengan setengah diagonalnya adalah batik. Hatiku jadi cemas teringat dengan kejadian tirai yang kubuka, takutnya surat tersebut dari pengurus untuk memanggilku. "Ini dari siapa?", tanyaku. "Seorang pengurus menitipkan amplop tersebut ketika aku mau pergi ke masjid", jelasnya. Tambah saja hatiku takut, masih menjadi anak baru sudah bikin ulah. Akupun menunduk karena merasa bersalah pada diriku. "Sudah jangan dibuka dulu, ayo bergegas", Fana menarik lenganku untuk melanjutkan pergi ke masjid. Akupun menyelipkan amplop tersebut pada Al-Quran. Ketika selesai menaiki tangga "awww... Sakit", kakiku tersandung sebuah paralon yang tepat berada di depan pintu masjid. "Kamu kalo jalan lihat-lihat, kamu mikirin apa sih", tanga Fana. "Ngga ko, ini paralonnya yang ga lihat, hehe" ujarku. Kamipun bergegas memasuki shaf barisan untuk melakukan sholat berjamaah .
Alhamdulillah, seperti biasa kegiatan berjalan dengan lancar aku bisa mengikuti pengajian tanpa kendala. Setelah pengajian usai aku langsung pergi ke kamarku bersama Fana untuk belajar pelajaran sekolah selama 15 menit. "Eh, Din surat yang tadi udah kamu buka belum?. Boleh lihat dong aku penasaran", ujar Fana. "Oh ia aku lupa, silahkan kamu aja yang buka. Aku takut membukanya soalnya takut dari pengurus, paling surat panggilan aku kena hukuman". Jelasku. Fanapun mengambil surat yang tadi aku selipkan di dalam Al-quran, dengan rasa penasaran dan cemas yang tak terlihat akupun menunggu Fana membuka surat tersebut. Tiba-tiba Fana menjadi murung dan kepalanya menunduk. Aku sudah mengira surat tersebut dari pengurus karena aku dihukum tiba-tiba Fana menggodaku "cie-cie... Sudah punya penggemar aja kamu Din", godanya. "Apaan sih Fana, penggemar apanya kita kan anak baru disini belum kenal sama siapapun", tegasku. Dengan penasaran aku menggambil surat tersebut dari tangan Fana dan didalamnya terdapat sebuah kalimat "Assalamu'alaikum warrohmatullah wabarokatuh ... " dengan debubuhi sebuah emoticon senyum dan permintaan maaf. aku tidak mengerti dan tidak tahu siapa yang mengirim surat tersebut. "Coba kamu balikan suratnya, dibelakangnya ada identitas pengirimnya", suruh Fana. Kubuka lembar kertas tersebut dan dipojok kanan atas terdapat sebuah tulisan "dari peci hitam". Aku kurang memperdulikan surat tersebut dan menyuruh Fana untuk melipat kembali kertas tersebut dan merapihkannya kembali walaupun dalam hati sebetulnya aku masih merasa cemas. Kejadian tirai saja sudah membuatku pusing ditambah lagi ini masalah surat, aku takut hal ini bisa membuat permasalahan kalau-kalau ada beritanya sampai ke pengurus.
"Assalamu'alaikum..ada apa ini rame sekali? Ayo lekas bersiap untuk tidur nanti kesiangan", safa ka Andin seorang kakak senior yang sekamar denganku baru pulang dari pengajian. Aku langsung membereskan buku-bukuku dan menyiapkan kasur dan bergegas menarik selimutku. Kepalaku terus berdenting sehingga aku tidak bisa menutup mataku untuk tidur karena memikirkan soal tirai dan masalah surat. Tiba-tiba ka Andin membuka pembicaraan "ayo Dinda segera tidur", ujarnya. "Ka, boleh cerita ga? ", tanyaku "ia silahkan, mau cerita apa? Tapi jangan lama-lama kita harus istirahat", jawab ka Andin "ini ka tadi pas mau ke masjid aku dapat sebuah amplop berisikan surat dari laki-laki, aku takut harus bagaimana", jelasku. "Sudah, simpan saja suratnya jangan banyak bercerita kepada orang lain. Kamu pasti sudah tahu fitnah itu gampang nyebarnya loh. Bersikap seolah tak ada apapun ok!. Dan sekarang ayo lekas tidur! ", suruhnya. Akupun kembali tenang karena saran dari ka Andin dan kembali menarik selimut dan memeluk guling kesayanganku. "Jangan kesiangan, besok kita harus mengikuti sholat subuh berjama'ah", ujar ka andin. "Siap ka, terimakasih. Selamat tidur nyenyak".
Tut.. Tuut.. Tuuu.... Kepalaku kembali berdenting karena mogok apa yang selanjutnya harus di tik, bersambung dulu ya teman nanti dilanjutkan di part 2 ok