Yakinlah! Rencananya Pasti Lebih Indah
Yakinlah! Rencana-Nya Pasti Lebih Indah
“Seperti alur sungai, terjal, berbelok-belok dan tidak tahu berakhir di hilir yang mana. Begitupula kehidupan siapa yang tahu jalan hidup manusia akan seperti apa baik saat ini maupun nanti di masa yang akan datang. Karena sesungguhnya, bukan kita makhluk kecil yang menentukan melainkan Dia sang Kholik pencipta alam dan penetap takdir. Namun ingatlah! Bukan keinginan dan rencana kita, Melainkan rencana dan ketetapan-Nya pasti jauh lebih indah.”
Panggilah Hana, seorang gadis yang memiliki sifat pemalu, susah bersosialisasi dan selalu terobsesi dengan belajar dan dunia pendidikan. Aku tumbuh dilingkungan keluarga yang sederhana dan awam akan ilmu agama. Aku adalah anak ke-3 dari 9 bersaudara. Walaupun demikian, semangatku untuk sekolah sampai keperguruan tinggi dan mengejar cita-citaku tidak pernah usai..
Menjadi seorang guru dan dokter adalah cita-cita semenjak aku kecil. Guru adalah orang yang mengajarkan ilmu pada kita dari tidak tahu menjadi tahu dan dokter adalah orang yang mengobati jasmani dari rasa sakit. Dua pekerjaan ini menurutku adalah profesi yang paling mulia diantara yang lainnya, bukan karena orang tuaku melarang bekerja dan profesi lain tidak berguna, melainkan ini adalah persfektifku dalam hal pekerjaan dan mungkin karena seragam yang mereka pakai “bisa jadi, hehe”. Aku suka mendengar kata dokter, senang pula melihat mereka yang memakai seragam serba putih dan berkerumun (didalam drama). Akan tetapi, aku sadar diri bahwa ayahku mungkin tidak bisa membiayaiku jika aku kuliah di jurusan kedokteran.
Akhirnya aku memutuskan untuk kuliah di IKIP….sebuah Perguruan tinggi berakreditasi B dan berstatus swasta juga. Aku sungguh tersesat di jalan yang benar hemm….sebetulnya bukan tersesat, lebih tepatnya jurusan ini kurang aku sukai karena sepertinya aku akan terus focus belajar dan tidak bisa melakukan hal-hal yang dirumorkan orang tentang bersenang-senag ketika kuliah. Akan tetapi, karena tidak ada pilihan akhirnya akupun memaksakan diri dan kemampuanku untuk melawan arus masuk di jurusan pendidikan matematika. Pelajaran yang penuh dengan rumus dan alhasil kepala menjadi pusing “Ahhhh yang penting jalani saja dulu, hasilnya bagaimana nanti, yang penting kita berusaha” ujarku dalam hati sambil menyuport diri sendiri.
Tidak kusangka respon dari kedua orang tuaku cukup baik dengan keputusan yang aku ambil, akan tetapi yang lebih baiknya pula (menurut mereka) aku masih tetap tinggal dipesantren menjadi seorang santri. Akhirnya, karena kampusku cukup jauh aku mengambil kelas karyawan yang kuliahnya dua hari dalam sepekan. Sebenarnya aku tidak mengerti dengan pola pikir dari kedua orang tuaku. Karena jika aku kuliah sambil mesantren biaya yang akan dikeluarkan mungkin lebih besar lagi. Tetapi, aku tidak banyak bertanya dan hanya mengangguk saja.
Perkuliahan sudah dimulai dalam sepekan, tiba-tiba orang tua keduaku (ceu-ceu) memanggilku dan menyuruhku membantu di TK dan mengajar diniyyah. Bukannya senang, aku merasa terbebani sekali karena aku tidak menginginkannya. Apalagi aku harus berhadapan dengan anak kecil, itu adalah sesuatu yang paling aku tak suka. Tetapi mau bagaimana, tidak ada yang bisa aku lakukan apalagi menolak permintaan tersebut.
Setiap hari aktivitasku seperti itu, pagi-pagi sekitar jam 07.30 pergi ke TK sampai dzuhur kemudian jam 14.00 mulai mengajar diniyah sampai waktu ashar, itulah keseharianku. Bosan ya, tapi mau bagaimana lagi seharusnya aku bersyukur karena tidak menjadi pengangguran walaupun pekerjaan itu tidak menghasilkan uang, tetapi insyaAlloh jika aku ikhlas melakukannya Alloh akan membalas dengan pahala yang berlimpah. Tidak hanya itu bebankupun juga bertambah. Karena posisiku sekarang tidak hanya menjadi seorang santri melainkan santri senior atau bahasa kerennya mudarisah, aku mempunyai tanggung jawab lebih kepada santri-santri yang lain.
Waktupun terasa cepat berlalu, masa-masa kuliahpun sudah usai dan tinggal menunggu hari untuk wisuda. Terbesit difikiranku “tahun depan aku masih disini (pesantren) gak yah”, satu hal yang ingin aku lakukan adalah “mukim” kata itu sepertinya kunci dari kehidupan yang aku jalani saat ini, mungkin “mukim” aku pulang dan tinggal dirumah atau “mukim” aku masih tinggal disini (pesantren). Tetapi anehnya, setiap aku meniatkan diri untuk mukim ada saja alasan yang mencegahku entahitu dari orang tua, ataupun aku sendiri padahal sebetulnya keputusan ada pada diriku sendiri. “Bagaimana dengan para santri”, gumamku dalam hati. Aku merasa terbebani dengan tanggung jawab yang sudah diberikan padaku ditambah lagi dengan anak-anak diniyyah juga ceuceu (pengasuh pesantren) karena aku masih merasa belum cukup pengabdianku kepadanya selama disini.
Mungkin sebetulnya aku merasa nyaman tinggal disini, hal itu memang tidak bisa aku pungkiri. Ditambah lagi dengan kehawatiranku “bagaimana jika nanti aku sudah keluar dari pesantren, kehidupanku akan seperti apa?” hal agama juga aku pikirkan sekarang “saat ini saja dengan aktivitas yang menurutku padat aku sudah merasa jauh dari-Nya apalagi jika aku berada diluar sana, lingkungan yang sebenarnya”.
Sambil tiduran aku memikirkan keadaan dan tenggelam dalam lamunan. Aku teringat pada petuah dari seorang guru lulusan Al-Azhar yang pesannya masih aku ingat sampai sekarang “Alloh telah mencatat takdir dari setiap makhluknya, yang Alloh takdirkan tidak pernah sia-sia karena selalu ada hikmah dibaliknya. Begitupula dengan hal-hal yang kamu inginkan dan sesuatu yang kamu harapkan senantiasa Alloh dengar akan tetapi hal itu mungkin adalah sesuatu yang baik bagimu ataupun jelek bagimu”. Pesan itu senantiasa aku pegang sampai sekarang, walaupun keinginnanku yang sesungguhnya sebetulnya belum terwujud yaitu mengajar di SMP atau SMA, pulang kerumah mengajar anak diniyyah dan membantu orang tuaku. Hal tersebut bertentangan sekali dengan keadaanku sekarang, masih berstatus menjadi seorang santri, mengajar anak TK di yayasan milik pesantren dan mengajar diniyyah pula. Sebetulnya bukan belum terwujud melainkan, tempatnya yang tidak sesuai dengan keinginanku. Tetapi aku senantiasa bersukur karena apa yang dulu aku harapkan dan do’a-do’a yang aku panjatkan sebetulnya telah terkabulkan. Yah, keadaan ini mungkin lebih baik bagiku karena Alloh mungkin mempunyai rencana lebih indah suatu hari nanti.
“Heiiii…melamun terus! Ayo bangun, mending kita ngemil” Ujar Dinda sambil memegang tanganku dan menyodorkan makanan cemilan. “ayo ngelamunin apa, jangan-jangan….” Mulai lagi deh berfikiran aneh-aneh. “Buka seperti apa yang kamu pikirkan dasar mesum” ujarku sambil menunjukan kepalan tangan sambil memasang raut wajah dan geram. “Oh ia, tadi aku ketemu dengan teman sewaktu kita aliyah siswa cupu, tapi aku lupa siapa namanya”, Dinda mulai bercerita dengan penuh semangat. “ya terus”, jawabku sambil memasang wajah yang tidak peduli. “Ihhh tau ga pakaiannya rapih banget, kayanya dia sudah bekerja deh. Terus kamu ingat gak si Elis dia juga sepertinya sudah sukses, dia kan ikut beasiswa kuliah yang di Trilogi Pembangunan dan sekarang wiiihhh lihat di medsosnya dia juga berkecimpung di dunia politik dan masuk partai. katanya dia jadi anggota divisi di bidang kesehatan”. “Sudah tahu kali, emangnya aku ga update, aku lebih dulu tau kali kan aku sekampung dengannya, haha”, selaku sambil mengejek. “ia yah hidup itu luar biasa sekali, kita tak bisa menyangkanya”.
Kamu tahu rencana Alloh memanglah lebih indah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku dimasa yang akan datang, bisa jadi aku masih berada di tempat ini. Yaaa tempat dengan seribu cahaya, tempat mulia yang dihuni oleh makhluk yang senantiasa bertasbih dan melantunkan ayat-ayat-NYa juga orang-orang hebat yang senantiasa belajar menuju janah-Nya. Wallohu A’lam
Terima kasih.
To the point yups, Namaku Siti Romlah biasa dipanggil Iyom, Lahir di Bandung pada 19 Mei 1996. Hobi membaca sejarah dan nonton film, senang berdebat hal spele dan diskusi mengenai masalah agama, Si cantik penyuka semua warna kecuali hitam dan putih (until kerudung), pemberani yang jarang menangis, cuek tapi baperan, berkeinginan berkecimpung lebih dalam pada bidang pendidikan, ingin mencoba naik gunung tapi belum kesampean, ingin mempunyai suami calon ustadz dan memiliki pesantren, Saat ini aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang menunggu wisuda, suka iseng-iseng bikin coretan di blog dengan makna tak seberapa yang bisa kamu lihat di sitiromlahazzuhudy.blogspot.com dan romanazzuhudy.blogspot.com, sitiromlah.academia.edu.
“Seperti alur sungai, terjal, berbelok-belok dan tidak tahu berakhir di hilir yang mana. Begitupula kehidupan siapa yang tahu jalan hidup manusia akan seperti apa baik saat ini maupun nanti di masa yang akan datang. Karena sesungguhnya, bukan kita makhluk kecil yang menentukan melainkan Dia sang Kholik pencipta alam dan penetap takdir. Namun ingatlah! Bukan keinginan dan rencana kita, Melainkan rencana dan ketetapan-Nya pasti jauh lebih indah.”
Panggilah Hana, seorang gadis yang memiliki sifat pemalu, susah bersosialisasi dan selalu terobsesi dengan belajar dan dunia pendidikan. Aku tumbuh dilingkungan keluarga yang sederhana dan awam akan ilmu agama. Aku adalah anak ke-3 dari 9 bersaudara. Walaupun demikian, semangatku untuk sekolah sampai keperguruan tinggi dan mengejar cita-citaku tidak pernah usai..
Menjadi seorang guru dan dokter adalah cita-cita semenjak aku kecil. Guru adalah orang yang mengajarkan ilmu pada kita dari tidak tahu menjadi tahu dan dokter adalah orang yang mengobati jasmani dari rasa sakit. Dua pekerjaan ini menurutku adalah profesi yang paling mulia diantara yang lainnya, bukan karena orang tuaku melarang bekerja dan profesi lain tidak berguna, melainkan ini adalah persfektifku dalam hal pekerjaan dan mungkin karena seragam yang mereka pakai “bisa jadi, hehe”. Aku suka mendengar kata dokter, senang pula melihat mereka yang memakai seragam serba putih dan berkerumun (didalam drama). Akan tetapi, aku sadar diri bahwa ayahku mungkin tidak bisa membiayaiku jika aku kuliah di jurusan kedokteran.
Akhirnya aku memutuskan untuk kuliah di IKIP….sebuah Perguruan tinggi berakreditasi B dan berstatus swasta juga. Aku sungguh tersesat di jalan yang benar hemm….sebetulnya bukan tersesat, lebih tepatnya jurusan ini kurang aku sukai karena sepertinya aku akan terus focus belajar dan tidak bisa melakukan hal-hal yang dirumorkan orang tentang bersenang-senag ketika kuliah. Akan tetapi, karena tidak ada pilihan akhirnya akupun memaksakan diri dan kemampuanku untuk melawan arus masuk di jurusan pendidikan matematika. Pelajaran yang penuh dengan rumus dan alhasil kepala menjadi pusing “Ahhhh yang penting jalani saja dulu, hasilnya bagaimana nanti, yang penting kita berusaha” ujarku dalam hati sambil menyuport diri sendiri.
Tidak kusangka respon dari kedua orang tuaku cukup baik dengan keputusan yang aku ambil, akan tetapi yang lebih baiknya pula (menurut mereka) aku masih tetap tinggal dipesantren menjadi seorang santri. Akhirnya, karena kampusku cukup jauh aku mengambil kelas karyawan yang kuliahnya dua hari dalam sepekan. Sebenarnya aku tidak mengerti dengan pola pikir dari kedua orang tuaku. Karena jika aku kuliah sambil mesantren biaya yang akan dikeluarkan mungkin lebih besar lagi. Tetapi, aku tidak banyak bertanya dan hanya mengangguk saja.
Perkuliahan sudah dimulai dalam sepekan, tiba-tiba orang tua keduaku (ceu-ceu) memanggilku dan menyuruhku membantu di TK dan mengajar diniyyah. Bukannya senang, aku merasa terbebani sekali karena aku tidak menginginkannya. Apalagi aku harus berhadapan dengan anak kecil, itu adalah sesuatu yang paling aku tak suka. Tetapi mau bagaimana, tidak ada yang bisa aku lakukan apalagi menolak permintaan tersebut.
Setiap hari aktivitasku seperti itu, pagi-pagi sekitar jam 07.30 pergi ke TK sampai dzuhur kemudian jam 14.00 mulai mengajar diniyah sampai waktu ashar, itulah keseharianku. Bosan ya, tapi mau bagaimana lagi seharusnya aku bersyukur karena tidak menjadi pengangguran walaupun pekerjaan itu tidak menghasilkan uang, tetapi insyaAlloh jika aku ikhlas melakukannya Alloh akan membalas dengan pahala yang berlimpah. Tidak hanya itu bebankupun juga bertambah. Karena posisiku sekarang tidak hanya menjadi seorang santri melainkan santri senior atau bahasa kerennya mudarisah, aku mempunyai tanggung jawab lebih kepada santri-santri yang lain.
Waktupun terasa cepat berlalu, masa-masa kuliahpun sudah usai dan tinggal menunggu hari untuk wisuda. Terbesit difikiranku “tahun depan aku masih disini (pesantren) gak yah”, satu hal yang ingin aku lakukan adalah “mukim” kata itu sepertinya kunci dari kehidupan yang aku jalani saat ini, mungkin “mukim” aku pulang dan tinggal dirumah atau “mukim” aku masih tinggal disini (pesantren). Tetapi anehnya, setiap aku meniatkan diri untuk mukim ada saja alasan yang mencegahku entahitu dari orang tua, ataupun aku sendiri padahal sebetulnya keputusan ada pada diriku sendiri. “Bagaimana dengan para santri”, gumamku dalam hati. Aku merasa terbebani dengan tanggung jawab yang sudah diberikan padaku ditambah lagi dengan anak-anak diniyyah juga ceuceu (pengasuh pesantren) karena aku masih merasa belum cukup pengabdianku kepadanya selama disini.
Mungkin sebetulnya aku merasa nyaman tinggal disini, hal itu memang tidak bisa aku pungkiri. Ditambah lagi dengan kehawatiranku “bagaimana jika nanti aku sudah keluar dari pesantren, kehidupanku akan seperti apa?” hal agama juga aku pikirkan sekarang “saat ini saja dengan aktivitas yang menurutku padat aku sudah merasa jauh dari-Nya apalagi jika aku berada diluar sana, lingkungan yang sebenarnya”.
Sambil tiduran aku memikirkan keadaan dan tenggelam dalam lamunan. Aku teringat pada petuah dari seorang guru lulusan Al-Azhar yang pesannya masih aku ingat sampai sekarang “Alloh telah mencatat takdir dari setiap makhluknya, yang Alloh takdirkan tidak pernah sia-sia karena selalu ada hikmah dibaliknya. Begitupula dengan hal-hal yang kamu inginkan dan sesuatu yang kamu harapkan senantiasa Alloh dengar akan tetapi hal itu mungkin adalah sesuatu yang baik bagimu ataupun jelek bagimu”. Pesan itu senantiasa aku pegang sampai sekarang, walaupun keinginnanku yang sesungguhnya sebetulnya belum terwujud yaitu mengajar di SMP atau SMA, pulang kerumah mengajar anak diniyyah dan membantu orang tuaku. Hal tersebut bertentangan sekali dengan keadaanku sekarang, masih berstatus menjadi seorang santri, mengajar anak TK di yayasan milik pesantren dan mengajar diniyyah pula. Sebetulnya bukan belum terwujud melainkan, tempatnya yang tidak sesuai dengan keinginanku. Tetapi aku senantiasa bersukur karena apa yang dulu aku harapkan dan do’a-do’a yang aku panjatkan sebetulnya telah terkabulkan. Yah, keadaan ini mungkin lebih baik bagiku karena Alloh mungkin mempunyai rencana lebih indah suatu hari nanti.
“Heiiii…melamun terus! Ayo bangun, mending kita ngemil” Ujar Dinda sambil memegang tanganku dan menyodorkan makanan cemilan. “ayo ngelamunin apa, jangan-jangan….” Mulai lagi deh berfikiran aneh-aneh. “Buka seperti apa yang kamu pikirkan dasar mesum” ujarku sambil menunjukan kepalan tangan sambil memasang raut wajah dan geram. “Oh ia, tadi aku ketemu dengan teman sewaktu kita aliyah siswa cupu, tapi aku lupa siapa namanya”, Dinda mulai bercerita dengan penuh semangat. “ya terus”, jawabku sambil memasang wajah yang tidak peduli. “Ihhh tau ga pakaiannya rapih banget, kayanya dia sudah bekerja deh. Terus kamu ingat gak si Elis dia juga sepertinya sudah sukses, dia kan ikut beasiswa kuliah yang di Trilogi Pembangunan dan sekarang wiiihhh lihat di medsosnya dia juga berkecimpung di dunia politik dan masuk partai. katanya dia jadi anggota divisi di bidang kesehatan”. “Sudah tahu kali, emangnya aku ga update, aku lebih dulu tau kali kan aku sekampung dengannya, haha”, selaku sambil mengejek. “ia yah hidup itu luar biasa sekali, kita tak bisa menyangkanya”.
Kamu tahu rencana Alloh memanglah lebih indah, aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku dimasa yang akan datang, bisa jadi aku masih berada di tempat ini. Yaaa tempat dengan seribu cahaya, tempat mulia yang dihuni oleh makhluk yang senantiasa bertasbih dan melantunkan ayat-ayat-NYa juga orang-orang hebat yang senantiasa belajar menuju janah-Nya. Wallohu A’lam
Terima kasih.
To the point yups, Namaku Siti Romlah biasa dipanggil Iyom, Lahir di Bandung pada 19 Mei 1996. Hobi membaca sejarah dan nonton film, senang berdebat hal spele dan diskusi mengenai masalah agama, Si cantik penyuka semua warna kecuali hitam dan putih (until kerudung), pemberani yang jarang menangis, cuek tapi baperan, berkeinginan berkecimpung lebih dalam pada bidang pendidikan, ingin mencoba naik gunung tapi belum kesampean, ingin mempunyai suami calon ustadz dan memiliki pesantren, Saat ini aku adalah seorang mahasiswa tingkat akhir yang menunggu wisuda, suka iseng-iseng bikin coretan di blog dengan makna tak seberapa yang bisa kamu lihat di sitiromlahazzuhudy.blogspot.com dan romanazzuhudy.blogspot.com, sitiromlah.academia.edu.