Sepi itu rindu

Halaman terasa seperti lapangan luas karena pohon yang rindang sudah ditebang.  Udara mulai menyusup kedalam pori-pori kulit hingga menusuk tulang-tulang yang ada dalam tubuhku. Suara yang nyaring tiba-tiba membangunkanku dengan lembut. "Bangun nak,  sudah subuh!". Dialah sosok ibu dan juga ayah yang senantiasa menemani hari-hariku selama 2 tahun setelah kepergian ayah. Terkadang dia baik dan terkadang menjadi geram pula karena merasa jengkel dengan tingkahku yang kurang dewasa. Akupun bangun untuk melaksanakan sholat subuh,  aku menjadi Imam dan ibuku menjadi makmum.  Tiba-tiba setelah sholat usai,  suara tangis mengisi subuh itu.  "Bu kenapa bu?", usapku dengan mengelus-nglus pundaknya.  "Ibu teringat bapakmu nak kalo kita sedang melaksanakan sholat berjamaah,  ibu merindukannya", dia menangis tersendu-sendu di pangkuanku.  Aku tak bisa melakukan apa-apa selain merangkulnya. "Kita doakan saja ya bu,  semoga ayah tenang di alam sana,  kalau ibu rindu nanti kita ke makam ayah yuk biar hati ibu tenang", hiburku dengan tenang.  Seperti halnya ibu,  akupun demikian.  Hati ini merana setelah kepergiannya,  rumah menjadi sepi karena tak ada ocehan, teriakan,  dan candaan  di rumahku.  Begitu pula ketika pergi ke ladang,  tak ada teman mengobrol ketika diperjalanan ataupun mencangkul dan menanam sayuran.
Dua tahun berlalu setelah kepergiannya,  kini setiap hari Raya hanya aku dan ibu.  Dan kami hanya berdiam diri di rumah setelah berkeliling,  bersalaman dengan tetangga sekampung.  sementara sanak keluarga dari pihak ibu sangat jauh tempatnya dan kami tak mempunyai uang untuk berkunjung,  sementara ayah tak memiliki keluarga tersiasa karena dia adalah anak tunggal dan tak memiliki saudara lagi. 

tut...tut...tut.....alarm notebook mulai memberikan sinyal dan akhirnya terpadam

Popular posts from this blog

macam macam software pembelajaran matematika

Puisi beruntun